Jakarta-WN,
Ekonom Senior yang juga mantan Menko Perekonomian, Rizal
Rizal menyatakan bahwa mafia Migas telah mengendalikan pemerintahan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Rizal Ramli meyatakan hal itu dalam diskusi di
Perhimpunan Gerakan Keadilan di Tebet, Rabu 5 Nopember 2014 lalu.
Rizal Ramli menyebut nama M.Reza yang menurutnya merupakan pemain
lama Migas, dan telah mengendalikan kebijakan BBM sejak masa pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Permainan Reza dalam Migas ini bahkan sampai mengendalikan media.
Rizal mengaku beberapa waktu lalu, ia didatangi bos media ternama pemilik media
cetak dan televisi. Bos itu menyatakan minta maaf kepada Rizal karena telah
menjalankan kebijakan untuk membatasi akses Rizal pada media-media mainstream.
Bos itu -Rizal tidak mau menyebutkan namanya- adalah termasuk tim sukses Jusuf
Kalla.” Siapa yang menyuruh anda berbuat demikian?” tanya Rizal. Orang itu
mengaku, yang menyuruh dan membiayainya adalah M.Reza.
Rizal juga menyatakan bahwa mafia Migas itu mengendalikan
sepenuhnya kebijakan BBM, sehingga pemerintah tidak punya cadangan minyak yang
cukup untuk satu hari pun. Mereka harus membeli minyak dari mafia itu dan harga
dikendalikan sepenuhnya oleh mereka.
“Mafia Migas itu juga melarang pemerintah Indonesia mempunyai
kilang sendiri. Padahal bila punya kilang, maka pemerintah punya stok dan harga
lebih murah. Bisa setengahnya,” terang Rizal. Karena ketergantungan pemerintah
kepada mafia ini, maka pemerintah tidak bisa mendapatkan minyak (impor) dengan
harga yang lebih murah dan dari pemerintah asing secara langsung (Government to
Government atau G to G).
Mantan Menteri Keuangan di masa Gus Dur ini juga menyatakan sempat
merasa senang ketika Jokowi dalam kampanye pilpresnya menyatakan akan
memberantas mafia Migas. “Tapi kenyataannya apa, sekarang Jokowi tergantung
mereka. Sehingga mereka akan menaikkan BBM ini,” terang Rizal.
Rizal mengaku penjelasannya tentang Mafia Migas ini sudah lama,
bahkan sejak zaman pemerintahan Presiden Soeharto. Tapi tak ada yang mau
mendengar. Kalau seandainya ia jadi presiden, maka ia menegaskan akan berani
memutuskan mata rantai mafia migas tersebut.
Ahli ekonomi ini juga pesimis dengan pemerintah Jokowi. Pemerintah
yang sebelumnya menjanjikan pembentukan Kabinet Trisakti, kini berubah menjadi
‘Kabinet Kerja’. “Pertanyaannya kerja untuk siapa? Untuk asing!” tandas Rizal.
Ia juga menyatakan bahwa pemerintah seharusnya mempunyai ideologi
yang jelas dalam kebijakan ekonomi. Bukan meneruskan ideologi neo liberalisme
yang berujung pada neokolonialisme. Menurutnya, kalau harga BBM dinaikkan maka
semua SPBU milik asing akan laku dan itu menguntungkan mereka. Padahal menurut
Rizal, dengan turunnya harga minyak dunia saat ini, dari 107 dolar per barel
menjadi 80 dolar per barel, seharusnya harga BBM juga ikut turun. Pemerintah
Cina saja, telah menurunkan harga BBM hingga empat kali.
Rizal juga mengkritik pemerintah yang mengeluh tidak ada uang.
Padahal uang negara tiap tahun dikeluarkan untuk membayar subsidi BLBI sebesar
60 trilyun, dn itu sudah berlangsung selama 20 tahun.
Ia juga membantah pendapat Wapres Jusuf Kalla yang menyatakan
bahwa subsidi BBM ini dinikmati oleh 70% orang kaya. Menurutnya, kalau harga
BBM dinaikkan maka akan berdampak pada 86,3 juta pemilik sepeda motor, 2,2 juta
nelayan dan 3 juta kendaraan umum.
“Orang yang langsung jatuh miskin sekitar 10 juta. Sehingga total
orang miskin menjadi 38,2 juta dan kenaikan BBM ini berdampak pada 150 juta
orang. Karena ibu-ibu akan merasakan dampaknya langsung karena kenaikan
harga-harga pangan,” papar Rizal.
Karena itu, ia menyarankan, kalau terpaksa BBM dinaikkan, maka
yang dinaikkan hanya untuk Pertamax saja. Sedangkan untuk Premium dengan
Oktannya diturunkan 80-83, tetap harganya Rp 6500/liter. Konsumen untuk Premium
sekitar 40%. Sedangkan untuk Pertamax dengan Oktan 92-94, harganya dinaikkan
menjadi Rp 14.000/liter. Konsumen untuk Pertamax 60%.
“Maka pemilik kendaraan mewah tidak akan berani beli Premium,
karena akan merusak mesinnya. Tidak seperti sekarang ini mereka beli semaunya,”
terangnya. Jika ini dilakukan, maka pemerintah akan menghemat subsidi sebesar
230 trilyun dan akan untung 130 trilyun.
[KbrNet/Antara/Islampos/adl]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar