Surabaya-WN,
Politisi senior PDIP Pramono Anung menegaskan bahwa Koalisi
Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sudah menuntaskan perbedaan
dalam parlemen.
"Masalah ini sebenarnya tidak
ada kaitannya dengan rakyat, tapi kalau tidak selesai-selesai juga ya DPR tidak
bisa kerja. Alhamdulillah, sekarang sudah final," katanya di Surabaya,
Minggu (9/11).
Setelah berbicara dalam Sekolah
Wakil Rakyat yang diadakan Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) Universitas
Airlangga (Unair) Surabaya, ia menjelaskan KIH-KMP sekarang sudah ada titik
temu.
"Hari ini (9/11), saya dari
sini (Unair) akan langsung ke Bandung untuk menandatangani kesepakatan dengan
Pak Hatta Radjasa. Saya sebagai koordinator KIH, Pak Hatta dari KMP,"
katanya.
Anggota DPR RI yang juga mantan
Sekjen DPP PDIP itu menjelaskan kesepakatan itu antara lain KMP akan
mengakomodasi KIH dalam AKD (alat kelengkapan dewan/DPR).
"Alat kelengkapan dewan itu ada
16, tapi kami akan membentuk lebih dari 16 alat kelengkapan dewan. Nantinya,
KIH akan diakomodasi, sehingga KIH akan memiliki keterwakilan di
parlemen," katanya.
Namun, ia mengaku belum dapat
merinci jumlah alat kelengkapan dewan yang disepakati untuk dibentuk itu,
karena kesepakatan itu masih belum ditandatangani oleh dirinya bersama Hatta
Radjasa.
"Yang jelas, kalau sudah final,
maka kami akan membentuk Badan Legislasi, lalu badan itu akan melakukan
perubahan tata tertib untuk merevisi jumlah alat kelengkapan dewan,"
katanya.
Selanjutnya, DPR akan melakukan
sidang paripurna. "Kami menargetkan alat kelengkapan dewan akan terisi
semuanya sebelum masa reses DPR pada 5 Desember mendatang," katanya.
Dalam Sekolah Wakil Rakyat yang juga
menghadirkan pakar "pemilu" Unair, Prof Ramlan Surbakti, Pramono
Anung menyatakan cita-cita reformasi memang belum tercapai secara memuaskan.
"Tapi, walau nggak memuaskan,
Indonesia secara perlahan sudah menuju perbaikan. Karena itu, demokrasi jangan
dipangkas, tapi saya setuju kalau diperbaiki," katanya.
Meski belum memuaskan, reformasi
sudah menghasilkan pers bebas, pelibatan rakyat dalam pilpres/pilkada langsung,
adanya KPK, MK, dan sebagainya, serta penghapusan Dwifungsi ABRI/TNI.
"Kalau sistem pemilu kita
menganut proporsional terbuka yang membuat 'hight cost', maka jangan kembali ke
proporsional tertutup (nomer urut caleg). Mungkin proporsional gabungan, lalu
fungsi legislasi DPR jangan teknis, tapi ada pakar dalam legislasi center dan
DPR tinggal memutuskan," katanya. (Antara)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar