Wartawan Tanpa Surat Kabar (WTS)
Profesi sebagai jurnalis sejak bergulirnya Era Reformasi nampaknya semakin mendapat sorotan dengan nada sumbang, hal tersebut merupakan dampak dari bermunculannya organisasi yang mengatasnamakan wartawan, namun sesungguhnya mereka kurang memahami akan kewartawanan.
Dengan menjamurnya organisasi kewartawanan, akibatnya masing-masing organisasi berusaha bersaing dalam menjaring anggotanya, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menjajakan Kartu Tanda Anggota, yang dapat diperoleh dengan mudah tanpa melalui seleksi apapun. Akibatnya, warga masyarakat yang ingin disebut wartawan berdatangan dengan mengeluarkan sedikit kocek dari kantongnya, dengan harapan setelah memegang KTA wartawan para petugas aparat keamanan akan segan padanya.
Akibatnya, banyak oknum yang menjadikan KTA organisasi hanya untuk gagah-gagahan. Ironisnya, sekalipun tidak bergabung ke salah satu media manapun (tanpa surat kabar), dia dengan mengenakan rompi bak wartawan mendatangi setiap bangunan baru, guna mencari kesalahan ato kekurang-lengkapan persyaratan mendirikan bangunan. Oknum yang bergaya seperti itu, biasanya justru lebih berani dan percaya diri untuk mencari kasus atau kesalahan-kesalahan di segala lini, terutama bangunan proyek atau rumah baru.
Dari keberadaan oknum-oknum yang mengaku wartawan seperti itulah datangnya istilah-istilah bagi kalangan profesi wartawan. Mulai dari wartawan bodreks, wartawan silaturahmi, wartawan tanpa surat kabar (WTS), dan wartawan can nulis-nulis (CNN).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar