Rekening Rp 60 M 'Pria di Pintu Surga'
Pria muda itu adalah Dhana Widyatmika, mantan pegawai Ditjen Pajak yang menjadi tersangka kasus korupsi dan pencucian uang. Jumat, 2 Maret 2012 malam hari, Kejagung memutuskan untuk menahan Dhana setelah memeriksanya dua kali. Ia ditahan selama 20 hari.
“Penahanan dilakukan mulai tanggal 2 sampai 21 Maret 2012. Malam ini sudah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman kepada majalah detik.
Pada 17 Februari 2012, Kejagung telah menetapkan Dhana sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang. Namun, anehnya Dhana baru diperiksa pertama kali pada Kamis, 1 Maret 2012.
Memenuhi pemeriksaan perdana, Dhana tiba di Kejagung pukul 07.00 WIB, tiga jam lebih awal dari jadwal. Sebelum diperiksa, Dhana disuguhi air mineral dalam gelas kemasan. Namun suguhan itu tak diminumnya. Kamis itu ia sedang puasa.
Rusuh di Wamena, Satu Anggota TNI Tewas
Bambang yang juga ajudan Wakil Bupati Jayawijaya tewas dengan luka tusuk di dagu, luka bacok di pinggang, pergelangan tangan, dan betis sebelah kanan. Penyerangan yang terjadi sekitar pukul 15.30 WIT itu juga melukai tujuh orang lainnya dari unsur TNI, Polri, dan masyarakat, termasuk Wakil Bupati Jayawijaya Jhon Richard Banua.
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution, penyerangan dipicu oleh ketidakpuasan warga suku Nduga yang mencari pelaku pemukulan dan pemalakan terhadap salah seorang tukang ojek dari suku mereka.
"Akibat pemukulan itu, timbul emosi massa suku Nduga. Lalu mereka mencari si pemukul yang belum diketahui identitasnya itu. Mereka mendengar isu bahwa pelaku diamankan di pos polisi Sinakma Wamena," ujar Saud kepada wartawan di Mabes Polri, kemarin.
Warga yang menduga polisi menyembunyikan pelaku menjadi emosi, dan terjadilah penyerangan itu. Petugas jaga pos polisi yang kewalahan mengatasi massa pun meminta bantuan dari Polres Jayawijaya. Namun, amuk massa belum bisa diredam. Bahkan jumlah mereka bertambah banyak.
Sekitar pukul 16.00, Bupati Jayawijaya Jhon Wempy Wetipo beserta istrinya, Yakoba Lokbere, datang sekaligus menenangkan massa. Kemudian muncul Wakil Bupati John Richard Banua beserta tiga ajudannya. Kedatangan mereka malah disambut dengan serangan massa.
Kerusuhan berhasil diredam setelah istri Bupati Jayawijaya yang juga berasal dari suku Nduga menjelaskan duduk perkaranya kepada warga.
Menurut Saud, polisi masih berupaya memulihkan keadaan di sana. Meski demikian, proses hukum akan tetap dijalankan karena adanya perusakan dan korban jiwa. Pelaksana Tugas Gubernur Papua Syamsul Arief Rivai Bulu mengatakan insiden di Wamena hanya kasus kriminal biasa. Ia meminta kasus itu tidak perlu dibesar-besarkan.
"Saat ini kondisi sudah kembali kondusif. Saya berharap semua pihak bisa menjaga diri agar keamanan di Wamena tetap terjaga," ujar Syamsul di sela acara peresmian Asrama Mahasiswa Cenderawasih Papua di Makassar, kemarin. (*/LN/X-8)
Sengketa Tanah Bandara El Tari Simpan Bom Waktu
Menurut anggota DPRD NTT Somie Anugerah Pandie sengketa tanah tersebut menyimpan bom waktu jika tidak diselesaikan secepatnya. "Pemerintah daerah harus mempertemukan warga dengan pihak TNI Angkatan Udara untuk menyelesaikan sengketa tanah itu secara baik-baik. Jangan sampai setelah terjadi seperti kasus Mesuji dan Bima, baru kita kaget," katanya di Kupang, Senin (27/2).
Sengketa tanah Bandara El Tari termasuk tanah yang di atasnya dibangun Pangkalan Udara TNI AU El Tari, lapangan golf, dan tanah kosong yang seluruhnya seluas 543 hektare (ha), mencuat kembali sejak tiga bulan terakhir. Warga dari enam suku yang bermukim di sekitar bandara minta TNI segera mengembalikan tanah warisan mereka, tetapi ditolak.
Bahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kupang pada 1987 mengeluarkan sertifikat hak milik tanah tersebut atas nama TNI Angkatan Udara. Inilah yang membuat warga marah dan sempat menduduki bandara tersebut 17 Februari lalu. "Yang sangat disesalkan warga ialah pihak TNI dan pemerintah tidak mengakui tanah tersebut milik warga enam suku," kata Somie.
Menurutnya, BPN Kabupaten Kupang juga harus dipanggil guna dimintai penjelasan menganai alasan yang membuat mereka mengeluarkan sertifikat tanah milik warga atas nama TNI AU. Dengan demikian bisa dicari jalan keluar, atau menentukan bentuk penyelesaian secara aman dan damai. "Jika terus didiamkan, saya khwatir kasus ini bertambah besar," katanya. (PO/OL-01)









